Ticker

6/recent/ticker-posts

Menginap di Homestay Desa Wisata Candirejo Magelang

Salah satu homestay di Desa Wisata Candirejo, Borobudur

Saya mulai terbiasa menginap di desa wisata. Menikmati suasana dari pagi hingga kembali mentari menyapa di ufuk timur. Mulai dari duduk di teras, sampai berinteraksi dengan empu rumah. Diam di kamar atau larut dengan obrolan ringan sembari menyesap kopi. 

Perkenalan dengan desa wisata mulai tahun 2016, kala itu saya menjadi jurufoto mahasiswa internasional di DesaWisata Kebonagung Bantul. Lalu bersama kawan-kawan bloger. Pun dengan kali ini, saya kembali bersama mahasiswa internasional di Desa Wisata Candirejo. 

Rangkaian acara malam hari selesai. Saya berbincang dengan kawan, kudapan singkong goreng beserta teh panas menghangatkan suasana. Sesekali saya tertawa melihat mahasiswa dari Nepal yang mengupas Buah Langsat. 

Sore hari sebelumnya, saya menyempatkan memotret jalanan. Jalan aspal mulus cukup lengang. Bisa jadi tamu-tamu yang menginap di desa wisata sedang beraktivitas. Di desa wisata, aktivitas bersepeda dan bermain di sawah menjadi kegiatan yang menyenangkan. 
Jalan di Desa Wisata Candirejo
Jalan di Desa Wisata Candirejo

Suasana menjelang magrib di Desa Wisata Candirejo menyenangkan. Tidak banyak kendaraan yang berlalu-lalang. Sesekali terdengar suara tetangga yang berbincang. Berlokasi tidak jauh dari Candi Borobudur, adanya desa wisata menjadi daya tarik tersendiri. 

Rumah yang saya inapi cukup besar. Halaman luas, dan teduh karena ada pohon Rambutan yang sudah besar. Kami enam orang menginap satu rumah, pemilik rumah juga tinggal bersama kami. Beliau sudah sepuh, hidup sendirian. 

Dua kamar saling berdekatan, satu lagi terpisah dengan ruang makan. Kamarnya pun seperti biasa, tidak terlihat istimewa layaknya penginapan yang kita pesan di aplikasi pemesanan kamar. Seperti yang saya bilang, di desa wisata justru ini menjadi daya tariknya. 

Kasur berukuran besar di atas ranjang kayu. Sepasang bantal dan guling lengkap dengan selimut. Jendela menghadap luar tertutupi gorden merah dengan motif putih. Gorden ini biasa kita lihat di rumah-rumah. Almari besar beserta cermin, pun dengan stop kontak yang berada di pojokan. 
Kamar di salah satu homestay
Kamar di salah satu homestay

Inilah bedanya menginap di rumah warga dengan di penginapan yang lainnya. Kamar apa adanya, tidak ada riasan yang mencolok. Kami juga menggunakan kamar mandi yang sama dengan pemiliknya. 

Seperti yang saya bilang sejak awal, rumah ini cukup besar. Saya menjelajah beberapa sudut rumah seperti teras dan halaman. Bahkan di rumah warga yang saya inapi ini sudah dilengkapi dengan ruangan untuk salat. 

Ruangan salat memang tidak luas, tapi cukup untuk tiga orang salat berjamaah. Lengkap dengan peralatan salat serta arah kiblat. Menyenangkan sekali, biasanya kalau menginap di desa wisata, saya menjadikan kamar sebagai tempat salat. Atau malah berbaur dengan warga di musola terdekat. 
Tersedia ruangan untuk salat
Tersedia ruangan untuk salat

Malam larut, suasana tenang tanpa ada keriuhan berarti. Menjelang subuh kami sudah bangun. Rombongan mengagendakan ke Punthuk Setumbu. Sayangnya cuaca tidak mendukung kami. Semburat cahaya tertutup awan, serta di lokasi turun hujan. 

Bagi saya ini tidak masalah, toh yang terpenting adalah menikmati waktu di tempat dengan bersantai. Saya melihat mahasiswa-mahasiswa yang tetap antusias. Mereka tak mempermasalahkan cuaca yang kurang mendukung. 

Di desa wisata, saya bersemangat saat makan. Sarapan, makan siang, ataupun makan malam. Menu yang disajikan mewah. Masakan-masakan ala desa yang jarang saya jumpai di tengah kota. Masakan sederhana nan menggoda. 

Orang yang menginap di desa wisata ikut makan bersama tuan rumah. Tidak ada menu khusus yang harus dibuatkan. Makanan sehari-hari empu rumah yang harus disajikan. Biasanya makanan seperti tempe goreng, pecel, ataupun sayur-mayur. 
Sarapan dan makan malam menu ala desa
Sarapan dan makan malam menu ala desa

Sarapan pagi ini menggiurkan. Tempe dan tahu goreng, bakwan, pecel, dan mie goreng lengkap dengan nasi yang masih hangat. Kami berenam makan bersama. Menu ini juga disukai mahasiswa dari Nepal. 

Satu hal yang terpenting kala menginap di desa wisata adalah berinteraksi dengan tuan rumah. Simbah yang rumahnya kami inapi bernama Bu Sanadi. Beliau tinggal sendirian di rumah. Dua anaknya sudah berkeluarga dan mempunyai rumah masing-masing. 

Pagi ini kami berbincang di ruangan pembatas ruang belakang dan depan. Tempat ini didesain untuk bersantai, bagian samping terbuka. Satu meja panjang ditemani kursi plastik. Tumpukan koran di atas meja. 

Setiap pagi Bu Sanadi menyempatkan bersantai dengan membaca koran. Beliau melanggan beberapa koran lokal di Magelang. Kami bersantai, berbincang sesaat, lalu larut dalam berita-berita koran yang dibagikan. 

Di desa wisata, kita biasanya larut dengan aktivitas di luar. Berbaur dengan warga serta mengikuti kesehariannya. Atau bersantai di penginapan sambil berbincang santai. Semuanya terasa menyenangkan. 
Pemilik homestay sedang membaca koran di pagi hari
Pemilik homestay sedang membaca koran di pagi hari

Tak terasa, dua hari satu malam saya lewati di desa wisata. Berbagai aktivitas seperti bersepeda keliling desa, membuat batik, membuat gerabah, atau aktivitas yang lainnya. Dari semua itu, yang paling menyenangkan adalah bisa berinteraksi dengan warga setempat, termasuk berbincang dengan tuan rumah. 

Semoga, di masa mendatang desa wisata makin mentereng untuk menggaet wisatawan. Ada banyak hal yang menyenangkan dapat menginap di desa wisata. Tentu berliburnya pun jauh lebih menyenangkan. 

Selain itu, harapannya juga desa wisata di Indonesia bukan hanya sebatas plang penamaan. Tapi di dalamnya ada aktivitas yang dikelola pokdarwis bersama warganya agar semua aktivitas hidup. Tidak mati suri layaknya banyak desa wisata di Indonesia. *Desa Wisata Candirejo Magelang, 10 Maret 2018.

Posting Komentar

0 Komentar