Noken, tas rajutan khas dari Papua oleh-oleh kawan |
Selain blog, saya juga mempunyai kolega dari hobi bersepeda. Dua tahun berturut-turut menjadi panitia Le Tour De Jogja membuat saya kenal dengan pesepeda se-Indonesia. Setidaknya gelaran tersebut diikuti pesepeda dari Sumatera hingga Papua.
Banyak kolega yang berasal dari Papua. Bertemu di Jogja ataupun di Bandung karena sepeda. Hingga akhirnya tahun 2020, kolega yang bertugas di instansi sedang ada dinas di Jogja. Kami tidak bisa mengopi karena masa pandemi Covid-19.
“Saya ada oleh-oleh dari Papua, om. Kita tidak bisa bersua. Mungkin bisa kita ketemu sebentar kalau pas saya pulang? Di bandara ya.”
Awal pekan di minggu ketiga bulan Maret merupakan waktu imbauan pemerintah untuk menjaga jarak dan menghindari kerumunan agar tidak tertular penyaki Covid-19. Kami berkomunikasi melalui WA jika nanti hanya ketemu sebentar, sepuluh menit saja.
Sesuai dengan janji awal, kami bertemu di Bandara Adisucipto. Saya menggunakan masker untuk menjaga diri. Beliau juga menggunakan masker kala bertemu. Kami berjabat-tangan, tidak terasa tepat satu tahun dengan pertemuan terakhir waktu ikut acara sepeda di Bandung.
Noken, Rajutan Tas dari Serat Kulit Kayu
Sebungkus plastik kecil diserahkan kepada saya. Beliau berujar hanya membawa oleh-oleh barang ini untuk kami di Jogja. Dari bentuknya, saya langsung tahu jika ini adalah Noken. Tas rajutan yang dibuat oleh mama-mama di Papua yang saya idamkan.
“Ada empat Noken, om. Nanti kasihkan ke kawan-kawan Jogja yang kita ketemu di Bandung.”
Bak anak kecil yang mendapatkan hadiah, terus terang saya bersorak. Sedari dulu hanya bisa melihat Noken tanpa pernah bisa memiliki. Pernah ada kawan Papua yang mempunyai Noken, saya ingin beli tapi orangnya sudah pindah kos.
Saya mempunyai banyak kolega di Papua. Mereka sering membawakan cinderamata jika berkunjung ke Jogja. Pernah ada kawan yang membawakan Koteka hiasan. Ada juga yang membawakan Batik Papua, dan kini Noken.
Tas tradisional Noken bukan hanya hasil karya, tapi mempunyai makna tersirat yang begitu dalam. Konon Noken adalah simbol kehidupan yang makmur, perdamaian, serta semua kebajikan di Tanah Papua.
Noken tidak dibuat menggunakan mesin. Jemari mama-mama di sana terampil menggabungkan serat kulit yang sudah menjadi benang untuk dianyam. Proses yang panjang mulai dari mencari bahan dasar, memilah serat yang digunakan, hingga memintal menjadi benang, sampai akhirnya menjadi tas rajutan.
Pembuatan Noken berkisar antara 2 minggu hingga bulanan. Tergantung seberapa besar tas yang dirajut. Sebagian besar tas rajutan Noken tanpa warna. Ada juga yang memberikan motif menggunakan pewarna alami.
Seorang kawan mempraktikkan cara memakai Noken |
Noken adalah Tas Multifungsi
Saya memang mendapatkan tas noken berukuran kecil. Selama ini saya gunakan untuk bepergian saat bersantai, bisa menjadi kantung kamera ataupun buku. Penggunaannya saya hanya slempangkan semacam tas ataupun totebag.
Jika kalian melihat kebiasaan saudara-saudara di Papua sana, Noken menjadi barang untuk membawa hasil tani. Penggunaannya yang benar seperti yang kita lihat di banyak gambar. Tuas tali ditaruh pada jidat kepala dan noken bersandar di punggung.
Saya pernah melihat kawan yang menggunakan Noken saat di Jogja. Dia menggunakan Noken untuk membawa buku. Jadi ingat, kawan satu itu sering membawa noken sambil mengunyah pinang.
Noken Warisan Budaya Dunia tak Berbenda
Indonesia mempunyai banyak karya yang tercatat menjadi warisan dunia. Pun dengan Noken. Tas rajutan asli Papua ini tercatat di UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia tak Berbenda pada tanggal 04 Desember 2012.
Suatu kabar yang membanggakan bagi Indonesia. Tinggal bagaimana kita menghargai hasil karya orang-orang hebat di Indonesia Timur. Bagi orang luar Papua, Noken menjadi cinderamata yang bisa dibeli dan dibagikan ke saudara-saudaranya.
*****
Beruntung rasanya mempunyai kolega di Indonesia Timur yang ramah-ramah. Rasanya ingin berkunjung ke Papua sembari membawa kaus Jogja ataupun blangkon untuk cinderamata bagi mereka yang di sana.
4 Komentar
Ikuuuutt
BalasHapusAwas nek ninggal 😊
Bukanyya saya yang ikut njenengan, bu.
HapusNokenmu kukasihkan kalau pandemi berakhir bu ahahahhaha
Dulu aku juga dioleh-olehi noken dan koteka sama kawan dari papua. Nokennya aku pakai, kalau kotekanya aku simpan terus diminta satu kawan lain buat koleksi. Noken ini sepintas kayak ringkih, tapi kalau sudah buat membawa barang ternyata kuat banget. Ku sedih, karena nokenku rusak digigit tikus.
BalasHapusAku belum pamerin pas ngopi aja malah ada pandemi hahahahahah
Hapus