“Kamu mau kopi bubuk?” Celetuk kawan saat di KM Nol Jogja.
Saya langsung mengangguk. Toh stok kopi bubuk sementara ini yang tersedia tinggal dua bungkus. Keduanya Kopi Tempur Jepara. Saat itu juga, kami menuju rumah kawan untuk mengambil kopi yang ditawarkan.
Sepanjang perjalanan, kami membahas agenda bersepeda pekan depan yang padat merayap. Satu gelaran bersepeda dengan finish di Tebing Breksi menyita pikiran sejak dua minggu yang lalu. Mengurusi acara sepeda memang membutuhkan waktu yang banyak.
Untuk sejenak, kami menikmati sarapan soto tidak jauh dari Patangpuluhan. Lantas mengayuh peda menuju rumah kawan di sekitaran UPY. Sampai di rumah, sebungkus kopi kemasan diberikan. Kopi Bubuk Bengkulu.
Kopi ini memang diperutukkan bagi yang bertandang ke Bengkulu. Sekarang banyak tempat yang sudah mengemas kopi agar bisa dijadikan oleh-oleh. Seperti waktu saya bermain ke beberapa tempat di Sumatera, kopi kemasan menjadi opsi oleh-oleh untuk dibeli.
Mendapatkan kopi bubuk Bengkulu dari kawan |
Dari informasi yang ada di kemasan, Kopi Bubuk Seribu Satu (1001) adalah kopi robusta. Tertera juga tulisan Bengkulu Sumateran Robusta. Kemasan yang berisi 245 gram ini memang pas jika dibuat oleh-oleh untuk sejawat.
Ada slogan yang menurut saya menggelitik, tapi bagus. Slogan yang bertuliskan “Satu Kali Coba, Seribu Kali Suka” membuat saya tersenyum sendiri. Mungkin ini salah satu alasan kenapa penamaan kopi tersebut menyertakan 1001.
Satu bungkus kopi Bengkulu sudah saya bawa pulang. Artinya siang nanti saya bisa mencoba bagaimana rasa kopinya. Di kemasan tertera juga sebaiknya kopi ini digunakan sebelum tenggat waktu yangs udah ditetapkan.
Tidak perlu menunggu waktu lama. Pulang sepedaan, saya mandi sembari menghidupkan dispenser. Usai mandi, langsung membuka kemasan kopi Bengkulu. Mulailah menyiapkan gelas, dan menuangkan bubuk ke dalam gelas.
Sedari awal saya sengaja tidak menambahkan gula terlebih dahulu. Ingin merasakan tanpa gula. Sekali sesapan, rasanya cukup kuat di lidah. Beruntungnya saya bukan pecinta kopi, sekadar penikmat minuman pekat saja.
Sedikit saya tambahi gula, lantas kembali menyesapnya. Kali ini rasanya pas di lidah. Siang ini, saya menyicil tulisan ditemani secangkir kopi bubuk Bengkulu. Di beberapa minggu ke depan, stok kopi masih melimpah. Sehingga aman hingga akhir tahun.
Bagi saya pribadi, kopi ini cukup enak, tapi masih enak kopi Tempur (untuk lidah saya sendiri). Kopi kemasan yang dari Sumatera, saya masih merasakan yang paling nyaman di lidah saya adalah Kopi dari Padang.
Menyeduh kopi Bengkulu di siang hari |
Namun, saya harus akui, semakin banyak daerah yang mengemas kopi seperti ini. Tentu ke depannya membuat petani kopi makin mudah dalam menjual kopinya. Kopi dalam kemasan membuat orang mudah membawa pulang atau membeli di marketplace yang tersedia.
Saya selalu berharap bagi mereka yang membuat inovasi kopi dalam kemasan tetap bisa laris. Makin ke sini, kopi mempunyai tempat tersendiri bagi penikmatnya. Siapa tahu kopi bubuk seperti ini bisa melejit layaknya kedai-kedai kopi yang semakin banyak.
Jika hari ini saya menikmati Kopi Bengkulu dalam kemasan, tentu harapan ke depannya (berdoa), saya bisa menikmati segelas kopi Bengkulu di Provinsi Bengkulu sendiri. Tentu menjadi sebuah cerita yang menarik untuk diulas.
Waktu makin siang, segelas kopi Bengkulu masih setia menemani. Seduhan tiap seduhan terus saya nikmati. Terima kasih kawan sepeda yang sudah memberikan sebungkus kopi Bengkulu. Akhirnya saya bisa menyesap kopi tersebut hari ini.
Secara tidak disengaja, postingan di blog ini banyak mengulas produk kopi. Di beberapa waktu terakhir memang lebih banyak mendapatkan kopi, baik membeli sendiri atau mendapatkan dari kawan. Kalau kalian mau memberi oleh-oleh pun bisa kok.*Minggu, 13 Oktober 2019.
0 Komentar