Kutipan di salah satu tembok Arpusda Wonosobo |
Lamat-lamat saya memperhatikan sekitar alun-alun. Di tengah lapangan sudah tersekat. Ada kompetisi sepakbola untuk anak-anak. Sedikit riuh, namun tidak ramai. Pangkalan mini bus tetap ramai, deretan angkot berjejeran antre mengambil penumpang.
Di tepat yang sama, penjual pulsa berbincang dengan penjual bakso. Mereka mangkal di tempat pemberhentian angkot. Calon penumpang menunggu, dan ada petugas sendiri yang mengambil bayaran para penumpang sebelum berjalan.
Saya tidak sampai mengunjungi masjidnya. Hanya sempat makan siang di Bebek Haji Slamet yang lokasinya dekat alun-alun. Awalnya ingin menyantap Mie Ongklok. Melihat keramaian di sana, saya putuskan untuk tidak menikmati kulinernya. Dua malam yang lalu, saya sudah menikmati Mie Ongklok.
Landmark Alun-alun Wonosobo |
Sepertinya, Alun-alun Wonosobo menjadi tempat alternatif bermain bagi warga sekitar. Mereka memanfaatkan segala fasilitas yang ada untuk bermain dengan anak-anaknya. Menarik jika melihat alun-alun berfungsi seperti ini.
Travel Wonosobo-Jogja masih lama. Dijadwal, keberangkatan pukul 16.00 WIB. Saya sudah mengabari jika nanti penjemputan di depan Kodim, tempat yang sama waktu saya turun pada jumat malam.
Tempat main anak-anak di alun-alun Wonosobo |
Arpusda Wonosobo hari ini buka. Tiap akhir pekan, Arpusda buka hingga pukul 15.00 WIB. Saya bisa menghabiskan waktu di sini. Bersantai, membaca buku, atau sekadar berkeliling melihat seperti apa perpustakaan Wonosobo tersebut.
Kendaraan terparkir di halaman depan. Pintu Arpusda terbuka lebar. Saya sedari tadi melihat sekeliling terlebih dahulu. Arpusda adalah Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah. Banyak orang menyebutnya dengan perpustakaan daerah.
Menarik memang mengunjungi perpustakaan daerah di Kabupaten. Saya sudah beberapa kali mengunjungi di tempat yang lain. Di sini (Arpusda Wonosobo), sisi kanan terdapat bangunan semacam gazebo besar bertuliskan “Panggung Literasi”.
Arpusda, Perpustakaan Daerah Kabupaten Wonosobo |
Seperti di perpustakaan yang lainnya. Saya mengisi data diri pada buku. Lantas menyerahkan kartu identitas untuk mendapatkan layanan loker. Loker ada di samping petugas, beruntung tas dan jaket bisa masuk.
“Saya boleh memotret?” Saya meminta izin sembari memperlihatkan kamera.
“Boleh, mas,” Jawab petugas yang melayani saya di bagian pencatatan data diri dan peminjaman loker.
Saya tidak ingat nama petugas tersebut. Hanya saja yang teringat adalah beliau alumni UIN Sunan Kalijaga jurusan D3 Ilmu Perpustakaan. Jika tidak salah beliau Angkatan 2003. Entah Angkatan tersebut atau lulus di tahun 2003.
Usai meletakkan tas dan jaket, saya melongkot satu tempat yang tidak jauh dari sana. seorang ibu sedang bermain dengan anak balitanya. Ruangan ini penuh mainan anak-anak. Takut mengganggu, saya bergegas pergi. Menuju jalur Lorong panjang.
Melintasi lorong Wonosobo Corner |
Masih di sisi kiri atas, foto tentang perkebunan Teh Tambi masa lampau, para orang-orang berpengaruh di Wonosobo, dan banyak lagi yang lainnya. Semenatra di rak sisi kanan terdapat pajangan wayang kulit, hingga topeng.
Saya melongok pada jendela sisi kiri. Tampak aktivitas para pengunjung yang berada di ruang baca. Langkah terus saya menuju bagian depan. Sebuah pintu terbuka di sisi kanan. Dari luar terlihat kalau ini adalah ruangan anak.
Saya tidak masuk, hanya melongkok saja. Koleksi anak lengkap di rak rendah. Pun dengan gelaran karpet berwarna hijau. Di dalamnya juga lengkap sofa. Diinformasikan anak-anak sekolah yang bermain di sini, di dalam sana ada koleksi Aksara Jawa.
Jalan lurus dari Wonosobo Corner membuat kita keluar dari Gedung utama. Seingat saya, ada beberapa ruangan yang lainnya yang dilewati. Mulai dari toilet, musola, ruang multimedia, ruang audio visual, dan ruangan yang lainnya. Pun dengan anak tangga yang menuju lantai dua.
Ruang anak di perpustakaan daerah Wonosobo |
Dari mereka, saya jadi tahu kalau tujuan utama mereka datang ke sini untuk bermain laptop. Entahlah, benar-benar laptop atau destop. Jika ada kesempatan yang lain, mereka masuk ke ruang multimedia untuk menonton film.
Selama di sini, mereka berlarian. Hampir semua sudut prpustakaan sudah mereka jejaki. Dari bagain luar, hingga ruang baca. Saya sempat melihat dari jendela anak-anak ini berkumpul di satu meja besar di ruang baca.
Ruangan yang wajib saya kunjungi adalah Ruang Baca. Di sini setiap rak tertata rapi berdasarkan klasifikasinya. Saya jadi teringat matakuliah klasifikasi buku dan katalogisasi. Bagaimana menentukan buku dan membuat nomor panggilnya.
Anak-anak bermain ke Arpusda Wonosobo |
Petugas nanti yang menata kembali buku sesuai dengan nomor urutnya. Pada kegiatan ini, di perpustakaan lebih dikenal dengan nama shelving. Pustakawan yang bertugas memastikan buku yang diambil kembali pada tempatnya. Sehingga bisa diakses para calon pemustaka yang lain.
Rak-rak buku yang di depan menyimpan koleksi beragam. Rata-rata adalah majalah dan surat kabar. Dari majalah Kartini, Cempaka, Konstitusi, Tempo, Kliping berbagai surat kabar nasional hingga koran lokal. Salah satunya adalah Wonosobo Ekspress.
Rak-rak buku di ruang baca Arpusda Wonosobo |
Selain meja besar, tidak ketinggalan meja yang disematkan pada tembok pembatas. Meja ini semacam bilik yang mempunyai sekatan dengan sampingnya. Jika saya lihat, konsepnya seperti coworking space. Terdapat colokan dan rak tempat buku di atasnya.
Menarik memang, rasanya perpustakaan daerah Wonosobo ini menurut saya amat bagus. Saya lantas menyusuri bagian belakang ruang baca. Ada area semi terbuka. Di sini tempatnya jauh lebih asyik untuk mereka yang penat di ruang baca.
Pemustaka sedang di meja baca |
Saya lama duduk di sini, mengabadikan yang terlihat. Seorang perempuan tampak serius membaca novel terjemahan. Dia nyaman duduk sendiri, sesekali melihat ke arah gawai yang diletakkan di atas meja.
Mariam nama perempuan ini. tiap akhir pekan dia sering berkunjung ke perpustakaan. Sejak dia sekolah, perpustakaan daerah Wonosobo menjadi salah satu tujuan dia untuk menyegarkan pikiran. Kegemarannya membaca novel bisa tertuntaskan ditempat ini.
Menurut dia, perpustakaan ini banyak koleksi novel terjemahan. Mungkin ke depannya koleksi novel Indonesia juga ditambah. Karena dia sudah hapal lokasi novel, tiap berkunjung langsung menuju rak dan mencari novel yang dia inginkan.
“Saya jarang mencari di komputer (Opac), langsung ambil di rak,” Tuturnya.
Acapkali dia meminjam novel di sini. Kartu anggota perpustakaan dapat digunakan untuk meminjam maksimal 2 eksemplar koleksi. Rentang waktu peminjaman selama satu minggu. Mariam juga bercerita bahwa di perpustakaan ini tidak ada sistem denda menggunakan uang.
Sudut semi ruangan terbuka di Arpusda Wonosobo |
“Misalnya saya terlambat mengembalikan tiga hari, nantinya tiga hari ke depan, saya tidak bisa meminjam, mas.”
Sebuah denda yang menurut saya bagus dan bisa diterapkan di tempat yang lain. Saya kembali menuju ruangan baca, mengambil satu koleksi, dan membacanya beberapa lembar. Lamat-lamat terdengar suara dari pelantang bahwa perpustakaan sudah mau tutup.
Bergegas para pemustaka yang niat meminjam koleksi menuju bagian depan, dan melakukan proses peminjaman. Saya berangsur keluar dan duduk di kursi panjang. Sempat melongok ke ruang samping yang berisi koleksi braille.
Hingga akhirnya saya putuskan keluar. Mengambil barang di loker dan berterimakasih pada petugas. Di luar, area terbuka cukup nyaman. Sekitaran perpustakaan daerah Wonosobo banyak tempat duduk. Kita bisa duduk di manapun dengan santai.
Di sudut area terbuka ini, saya menunggu travel yang nantinya mengantarkan saya dan penumpang lain ke Jogja. Menyenangkan rasanya bisa singgah di perpustakaan daerah Wonosobo. Sepertinya, kunjungan seperti ini bakal saya lakukan di kabupaten yang lainnya. *Wonosobo, 04 Agustus 2019.
0 Komentar