Meracik kopi di Museum Sandi |
Barisan kursi dipenuhi pengunjung Ngopi di Museum. Kali ini gelaran tersebut dilaksanakan di halaman Museum Sandi Yogyakarta. Sebelumnya, gelaran yang sama diadakan di Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Saya ikut antre di kursi, menantikan komando dari panitia.
Muda-mudi panitia silih berganti bertugas. Mereka campuran dari duta Museum Sandi dan relawan. Saya duduk di samping calon pengunjung tour museum lainnya. Sekilas terdengar obrolan di sampingku, lelaki tanggung ini berasal dari Semarang.
Aku melirik calon pengunjung museum yang satu kelompok denganku. Di antara 20 peserta, salah satu pengunjung turis manca terselip. Dia antusias mengikuti acara, dan beruntungnya dia lancar Bahasa Indonesia.
Kelompok kami masuk, setiap peserta diberikan kertas sandi Caesar. Diruntut dari sejarahnya, sandi dalam alfabet ini digunakan Julius Caesar kala berkomunikasi dengan bawahannya. Jika kalian lihat di gambar bawah ini, artinya huruf “S (bawah)” bacanya adalah “A (atas)”. Semua tergantung kesepakatan dari awal.
Sandi Caesar diberikan kepada pengunjung |
Setiap tempat sudah ada relawan yang menerangkan berkaitan dengan isi ruangan. Hanya saja menurutku informasi tersebut terlalu cepat. Saya dan beberapa orang di belakang tidak bisa mengikuti dengan seksama.
Tak masalah bagi saya, toh saya bisa membaca beberapa keterangan di bawah gambar. Lebih banyak ruangan kecil, sehingga untuk satu kelompok besar cukup tidak efektif. Jika nantinya gelaran yang sama dilaksanakan, mungkin setiap kelompok cukup 8-10 peserta.
Ruangan demi ruangan kami lewati. Ruangan berisi mesin sandi dan ada juga satu ruangan khusus yang berisi tema Bapak Sandi Indonesia. Beliau adalah Roebiono Kertopati. Ruangan koleksi Roebiono Kertopati menjadi tempat terakhir yang kami jelajah. Berlanjut menuruni anak tangga ke halaman luar.
Mesin Sandi SR-64 |
Ngopi di Museum
Pengunjung tak hanya antusias mengikuti tour museum Sandi. Sebagian besar alasan mereka datang ke sini adalah mencicipi racikan kopi dari tiap barista. Halaman tidak luas ini sudah disesaki pengunjung. tiap stand kedai kopi ramai pengunjung.
Saya sendiri iseng mengelilingi tiap kedai yang sudah berjejer rapi. Dari ujung dekat pintu keluar dimulai dari Pitutur Kopi. Kedai ini lumayan ramai pengunjung, baristanya pun ramah-ramah.
Stand Pitutur Coffee |
Sampingnya ada Awor. Tiga barista dengan tampilan nyentrik penuh tato ini yang lama saya kunjungi. Di sini kami mencicipi racikan kopi yang dibuat. Bahkan waktu siang kembali lagi ke sini, pajangan cold brew-nya sudah habis. Harganya sih 25000 rupiah.
Para barista Awor |
Masih satu baris stand-nya. Kali ini kedai kopi No 27 Coffee. Kedai kopi ini ada di Demangan; saya sendiri sudah dua kali ke tempat ini. Di sampingnya lagi kalau tidak salah adalah Kedai Riphy. Saya hanya memotret dari jarak dekat karena ada pengunjung di sana.
No 27 Coffee |
Kedai Riphy |
Deretan panjang ini juga ada beberapa kedai lagi seperti Pier Coffee, dan juga Couvee. Menjelang siang, tiap barista cukup sibuk. Mereka meracik kopi maupun menerangkan kepada pengunjung berkaitan dengan kopi yang dipajang.
Pier Coffee |
Couvee |
Pengunjung pun tidak kalah ramai berkumpul di stand Klinik Kopi. Saya sempat berjabat tangan dan saling sapa dengan Mas Pepeng. Dia sepertinya cukup sibuk, di depan sudah banyak calon pembeli kopi racikannya.
Klinik Kopi |
Bersama tiga teman, saya terus berkeliling. Tepat di samping Klinik Kopi ada kedai Space Coffee Roastery. Kedai ini cukup dikenal salah satu teman saya. Bahkan ketika kami mendekat, dia langsung paham dan menyapa nama teman dengan cukup lengkap.
Space Coffee Roastery |
Di samping Space Coffee ada kedai kopi Darat Coffee Lab. Di sini mereka tidak hanya memajang biji kopi. Mereka juga memajang alat-alat untuk membuat kopi. Salah satu yang sempat dibeli pengunjung tadi adalah alat Aeropress.
Darat Coffee Lab |
Acara ngopi di museum ini berlangsung mulai pukul 09.00 WIB – 16.00 WIB. Geliat pengunjung makin siang lebih ramai. Puas rasanya berkeliling dan menyicip beberapa kopi dari stand. Saya memutuskan siang ini pulang lebih dulu.
Satu harapan panjang, semoga museum Sandi tetap ramai di waktu mendatang. Koleksi-koleksi unik yang mereka miliki seharusnya bisa menggaet para siswa untuk belajar ke museum. Saya pun berharap untuk bisa kembali ke sini, rasanya tour museum tadi terlalu cepat, saya ingin menikmati dalam waktu lebih lama.
Sebuah terobosan yang menarik kala museum bekerjasama dengan barista; menggaet pengunjung untuk ke museum sembari menyeduh kopi di halaman depan. Semoga tahun depan gelaran seperti ini tetap ada, mungkin di museum lainnya. *Museum Sandi; 22 Juli 2018.
0 Komentar