Ticker

6/recent/ticker-posts

Presiden Jancuker Berkunjung ke Kafe Basabasi Jogja

Sudjiwotedjo menyapa pengunjung kedai kopi Basabasi
Sudjiwotedjo menyapa pengunjung kedai kopi Basabasi

Cahaya temaram lampu di setiap sudut kedai kopi membuat malam semakin terasa. Pengunjung berdesakan mencari tempat kosong. Tak lagi memikirkan kursi kosong, mendapatkan celah-celah antara dua meja yang luang pun sudah bahagia.

Sebagian lagi masih di luar. Duduk di deretan kursi yang tertata di sini barat kafe. Mereka berbincang dengan teman satu meja, menyesap kopi, serta berharap agar cuaca tetap terang. Sayangnya, rinai hujan tak dapat ditolak, berhamburan para pengunjung untuk berteduh.

Lagi-lagi, ruangan Kafe Basabasi yang luas tak dapat menampung pengunjung yang membludak. Parkiran penuh, merembet ke kedai di sampingnya. Kasir dan pramusaji kewalahan menerima pesanan dari pengunjung.
Keramaian di kedai kopi Basabasi, Sorowajan.
Keramaian di kedai kopi Basabasi, Sorowajan.

Tak ada asap jika tak ada api; perumpamaan yang mungkin sedikit tepat untuk malam hari ini. Kafe Basabasi mendatangkan sosok Presiden Jancuker untuk berbagi cerita malam hari ini. Itu sebabnya sepanjang jalan Sorowajan mendadak ramai dan macet.

“Jancuk!! Jancuk!! Jancuk!!”

Teriakan di atas bukan makian namun semacam salam/sapaan bagi para fan Sudjiwotedjo kala beliau tiba di kafe ditemani Pak Agus Noor. Rombongan tersebut menuju meja paling depan, disambut Pak Edi beserta tim yang sudah sedari tadi duduk serta menikmati sesapan kopi & rokok.

Tangan-tangan pengunjung berebut hendak bersalaman. Gawai dan kamera mulai beraksi; memotret, merekam, bahkan ada yang melakukan siaran langsung melalui kanal Youtube, Instagram, Facebook, maupun Twitter-nya. Tentu saja dengan teriakan kencang “Jancuk!!!”

Hujan mengiringi alunan musik Mbah Sudjiwotedjo, beberapa lagu beliau nyanyikan berduet dengan Denta (pengunjung). Biarpun di luar gerimis, toh di dalam sini tetap hangat. Bernyanyi bareng, berdesakan dengan pengunjung lain yang tidak dikenal, bahkan berbagi kopi dengan orang yang baru bersua. Aneh tapi nyata.
Duet bernyanyi dengan pengunjung kedai kopi
Duet bernyanyi dengan pengunjung kedai kopi

Wejangan-wejangan yang beliau tuturkan menjadi nasihat yang didengarkan para pengunjung dengan seksama. Bagaimana Mbah Sudjiwotedjo mengatakan “Aku tidak marah ketika TUHAN diejek, karena bagiku DIA Maha Besar & Maha Kuasa. Berbeda jika orangtua kita yang diejek. Kita harus bela; karena orangtua adalah mahluk.”

Atau wejangan lain yang menyadarkan bagi kita untuk tidak membenci seseorang. Setidaknya yang beliau ucapkan seperti ini “Hati-hati dengan orang yang kamu benci atau remehkan. Karena suatu saat, biasanya orang-orang itulah yang akan membantu kita di saat kita membutuhkan pertolongan.”

Tidak ketinggalan kutipan beliau tentang Jancuk pun diucapkan di sini. “Kalau dengan Jancuk pun aku nggak bisa menjumpai hatimu. Dengan air mata mana lagi yang aku harus mengetuk pintu hatimu.”

Dua jam keriuhan di Kafe Basabasi berlangsung, dan diakhiri dengan nyanyi bersama. Cerita belum berakhir ketika lagu Jancuk berakhir dinyanyikan. Sebagian pengunjung kembali merangsek ke depan, mereka ingin berfoto dengan Mbah Sudjiwotedjo. Sebagian lagi melanjutkan menyeruput kopi yang sudah dingin.
Kopi telah habis, obrolan masih berlanjut
Kopi telah habis, obrolan masih berlanjut

Puluhan cangkir kecil tergeletak di atas meja. Tertinggal ditemani ampas kopi dan putung rokok. Para pengunjung sebagian pulang, sebagian lagi masih duduk setia melanjutkan obrolan bersama kawan. Seperti ini ternyata keriuhan di warung kopi kala ada acara besar; ramai, berdesakan, macet, dan terdengar teriakan dari berbagai sudut.

Posting Komentar

0 Komentar